Kamis, 12 Februari 2009

Berbijak dengan Uang, Galamedia, 6 Februari 2009


Oleh: AJENG KANIA

DALAM APBN 2009 gaji PNS mengalami kenaikan. Hal itu untuk menyesuaikan inflasi dan daya beli. Kenaikan itu akan sangat berguna jika kita berbijak pada uang.

ARUS globalisasi telah mendorong budaya konsumerisme, membuat orang sukar berpikir jernih tatkala berhadapan dengan uang. Dengan uang di tangan, orang cenderung menghabiskannya dalam waktu sesaat demi kepuasan. Bentuk dan rayuan iklan-iklan di berbagai tempat selalu menggoda dan menggelitik rasa penasaran. Tak heran fenomena itu mampu menghipnotis masyarakat untuk bersaing dalam gaya hidup dan konsumsi.

Bukan lagi rahasia, bila rencana kenaikan gaji selalu diikuti kenaikan harga kebutuhan pokok. Begitu pun tenaga marketing berbagai perusahaan ambil ancang-ancang berlomba menciptakan jurus jitu untuk menggaet konsumen sehingga mudah mengeluarkan isi dompetnya. Hal tersebut direspons sejumlah lembaga pembiayaan memberi kemudahan dalam hal pembiayaan, seperti kartu kredit (credit card, kredit kendaraan, mebel atau elektronik/leasing) atau pembiayaan tunai. Tentu fenomena ini dapat menggairahkan iklim dunia usaha. Akan tetapi pembiayaan tersebut umumnya ditujukan bukan untuk kegiatan produktif, namun cenderung bersifat konsumtif, sangat kondusif memanjakan semangat berbelanja.

Akibatnya budaya belanja kini menjadi bagian gaya hidup. Budaya tersebut mewabah dari anak kecil, remaja, orangtua, bahkan para lansia. Yang menjadi keprihatinan, budaya konsumtif tersebut didasari bukan lagi oleh logika kebutuhan (need), melainkan logika hasrat (desire) dan keinginan (want) menggebu-gebu. Banyak orang terjebak saat membeli sesuatu tanpa didasari pertimbangan matang, sehingga manfaat dan kegunaannya sering dipertanyakan kembali setelah produk tersebut dibeli.

Seni mengelola uang

Mengurus keuangan adalah seni. Bukan soal besarannya, tapi bagaimana mengelola setiap pendapatan yang diperoleh secara bijak. Kecerdasan finansial (FQ/financial quotient) dapat diperoleh dengan banyak membaca; menimba ilmu pada orang lain atau menjadikan peristiwa pernah dialami sebagai pelajaran. Dengan demikian seseorang tidak lekas panik saat kelebihan maupun kekurangan uang, tapi senantiasa bersikap jernih dalam berpikir dan bertindak.

Begitu pun, ibu rumah tangga harus berjuang ekstra memetakan keuangan terbatas untuk menyiasati hidup. Ibu rumah tangga harus pandai memilih dan memilah agar biduk terus berjalan, dalam arti anak-anak harus tetap sekolah dan asap dapur tetap mengepul. Pengelolaan keuangan walau sarat angka-angka, namun bukanlah matematika. Meski nominal uang terbatas, tetapi bila digunakan secara cerdas (smart) niscaya memberi manfaat lebih. Sekadar contoh, uang Rp 15.000 dapat dihabiskan seorang ayah satu kali makan plus minuman di kantin kantornya. Akan berbeda bila uang itu dibelikan masakan oleh istrinya, bisa memberi makan seluruh anggota keluarganya.

Menabung

Kecakapan ini perlu diasah sehingga mampu membentengi diri untuk tidak mudah hanyut dalam budaya konsumerisme. Ketika amplop gaji di tangan, usahakan tidak lantas pergi ke mal. Perencanaan dan pertimbangan yang matang di rumah bersama suami atau istri, dapat lebih jernih dan memberikan hasil lebih baik. Belanja tergesa-gesa seringkali tidak lebih sekadar arena menghambur-hamburkan uang secara percuma.

Satu hal cukup penting perlunya menabung. Menabung banyak bentuknya, baik secara konvensional di celengan atau dengan menyimpan dalam bentuk properti, sawah, di bank, dan polis asuransi. Di tengah budaya konsumerisme, godaan menyisihkan uang adalah pergulatan cukup hebat. Namun hal itu harus diperjuangkan, karena dengan memiliki tabungan, apa pun bentuknya, pasti memberi manfaat saat dalam menghadapi situasi sulit sekali pun. Tabungan pula yang membuat senyum kita bertambah lepas. Karena sejatinya, uang adalah sahabat paling menyenangkan, bukan menyulitkan. Maka berbijaklah.

(Penulis, guru SDN Taruna Karya 04 Kec. Cibiru Bandung)**