Selasa, 26 Oktober 2010

Jadikan Buku sebagai Kado, Galamedia,19 Desember 2008


Oleh: AJENG KANIA

CENDERAMATA kerap menjadi perhatian masyarakat. Di panggung nasional,Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut sibuk saat pernikahan KetuaMPR Hidayat Nurwahid dengan dr. Diana Abbas Thalib beberapa lalu,mereka meneliti kado kedua mempelai. Pasalnya, sebagai pejabatnegara, ada ketentuan tertentu batasan nominal bagi undangan bolehmemberi cenderamata.

Pada saat acara perpisahan nanti, siswa yang berakhir masa studinyadi sekolah tersebut secara pribadi, kelas atau angkatan akan memohonpamit meninggalkan bangku sekolah untuk melanjutkan studi ke jenjanglebih tinggi dan baru. Biasanya di antara mereka sibuk mempersiapkancenderamata yang unik, mahal, dan suprised. Mengapa tidak terpikirkanuntuk memberikan kado berbentuk buku?

Pemberian kado berupa buku, akan sulit diukur nilainya dibandingkanbentuk materi berupa uang atau barang. Buku melambangkan sumbersumber pengetahuan, bernuansa kultus akademis, mencerahkan, danjembatan ke arah pengembangan diri. Tentunya buku banyak ragamnya dantingkatan harganya. Ensiklopedi, kamus, biografi, buku motivasi,pengembangan diri, keterampilan/budi daya, wirausaha, spiritualitas,kesehatan, politik atau hukum adalah pilihan kemasan buku yang kinisemakin manantang, menarik, dan faktual.

Menggugah diri

Prasangka saya, pengalaman saat memberi buku pada seorang kawan saya,guru sekolah menengah pertama, adalah bentuk kekecewaan. Namun diluar dugaan, kawan saya merasa terharu, katanya baru kali ini iamendapat sebuah kejutan di ulang, tahun pernikahannya, kado berupabuku teks. Ia berterima kasih, selama ini ia hanya mengakrabi bukusebatas buku pelajaran dan LKS. Saya memberikan dua buah buku teks,yakni Kiat Menulis Artikel di Media (Dari Pemula sampai Mahir) karyaM. Arief Hakim dan Langkah Jitu Menuai Bisnis dari Nol, BambangSuharno. Secara materi harga buku tidak seberapa, namun sejak itu mampu menggugah dirinya menyenangi dan mulai mengoleksi buku-buku teks.

Memang, selama ini kita tak lepas dari paradigma bahwa buku dianggap"bahan belajar" untuk siswa dan mahasiswa. Setelah lulus dan bekerja,tak diperlukan lagi. Ini persepsi keliru dari masyarakat. Bukusebagai sarana belajar yang terus diperlukan, apalagi guru. Guruterus memperbaharui diri dengan banyak membaca buku sehingga memilikiwawasan luas, berketerampilan, dan konsens terhadap kemajuan.

Hambatan memiliki buku

Akan tetapi, membaca dan memiliki buku belum sepenuhnya menjadibudaya masyarakat. Kebiasaan masyarakat umumnya lebih sukamenghabiskan waktunya dengan kegiatan kurang produktif, sepertingerumpi, ngobrol atau main kartu. Dalam memperoleh informasi, merekalebih mengandalkan sebagai masyarakat pendengar (hearing society.Gempuran tayangan televisi begitu dahsyat, mengakibatkan daya tarik buku harus menggunakan kekuatan ekstra untuk tumbuh di masyarakat.

Harga buku masih tergolong mahal dan belum menjadi kebutuhanmasyarakat. Pada sebagian besar masyarakat, belum tertanam kebanggaandan semangat mengoleksi buku. Sebagai contoh, ibu-ibu rumah tanggalebih percaya diri bila ruang tamu diisi aksesori, perhiasan, danperabotan daripada buku. Seorang ayah merasa puas membawa anaknyamakan di kafe sebuah mal ketimbang mengunjungi toko buku, apalagimembeli buku.

Padahal, buku bagi pemiliknya merupakan simbol gaya hidup(lifestyle), yaitu gaya hidup cerdas (smart), toleran, dan inklusif.Bambang Trims menyatakan, buku hebat mampu mengharu biru perasaan,melambungkan imajinasi, menggedor spiritualitas, memompa motivasi,menggelitik rasa ingin tahu, dan memberikan seribu solusi. Sementara Barbara Tuchman mengatakan buku adalah mengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah menjadi sunyi, sastra bisu, ilmu pengetahuan lumpuhserta pikiran dan spekulasi mandek.

Pendek kata, buku mampu memerangi dan menerangi dan bermanfaat bagi pembaca. Andaikata akan memberikan kado saat perpisahan bagi gurumu,tak perlu pusing mencari cenderamata surprised, cukup ke toko buku, pilihlah best seller, pengarang berkualitas, dan isinya berbobot serta memiliki relevansi dengan profesi gurumu atau bisa ditanya, kira-kira buku apakah yang diinginkan gurumu. Ini penting, jangan sampai tidak cocok atau dobel (sudah memiliki). Budaya ini bisa diterapkan di kalangan warga sekolah di saat-saat momen istimewa.Kado berupa buku, mengapa tidak?

(Penulis, guru kelas SDN Taruna
Karya 04, Kec. Cibiru Bandung)**