Jumat, 20 Maret 2009

KOPERASI SYARIAH ALTERNATIF PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, Galamedia, 14 Oktober 2008

OLEH : AJENG KANIA

Kita lebih kenal koperasi konvensional dibandingkan jenis syariah. Bila koperasi konvensional cenderung bersifat konsumtif, maka koperasi syariah mendorong anggotanya memanfaatkan dananya untuk kegiatan produktif. Sebuah solusi alternatif untuk memberdayakan masyarakat dan mengurangi pengangguran.

Koperasi didirikan sebagai usaha bersama untuk membebaskan rakyat dari jeratan lintah darat. Saat itu R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah (1896) mulai menerapkan sistem koperasi, Islamiah yang menjadi acuan. Akan tetapi, praktik tak Islami menerobos ke dalamnya terutama pengaruh campur tangan pemerintah kolonial yang mencurigai sebagai sumbu perlawanan rakyat pribumi.

Sebenarnya, mempraktikan koperasi perintah Allah SWT. Firman Allah SWT dalam (QS 59 : 7), Allah melarang berputarnya harta (modal) di kalangan orang-orang kaya saja. Merujuk pada ayat ini, aktivitas perekonomian hendaknya melibatkan partisipasi aktif dari kelompok masyarakat menengah ke bawah, sebagai mayoritas penduduk Indonesia. Usaha kecil dan menengah telah teruji mampu bertahan di situasi krisi sekalipun sekaligus mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi keluarga miskin dan mengurangi pengagguran.

Meskipun mengklaim bangsa religius, akan tetapi sering dijumpai berbagai anomali. Contoh sederhana, pengesahan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP) atau pelabelan halal pada produk pangan untuk memberi kepastian konsumen ternyata masih berliku dan panjang. Padahal implementasi substansi kedua produk hukum itu dinilai ampuh melindungi kepentingan umat dari dekadensi moral maupun kepastian hukum halal-haram. Begitu pun, koperasi syariah merupakan barang baru, belum membumi di kalangan umat muslim kita. Pengembangan dalam skala massal masih tersendat-sendat.

Koperasi pola syariah ini baru menggeliat di tahun 2003. Fenomena menggembirakan, kini diikuti oleh hadirnya lembaga keuangan syariah seperti: bank syariah atau BPR syariah. Pada pola syariah tidak membebani anggotanya dengan bunga tapi pola bagi hasil keuntungan. Lebih jauhnya, koperasi jenis ini mampu menggali dan menggenjot pemberdayaan ekonomi di pedesaan, memunculkan investasi, membuka kesempatan kerja, membentuk entrepreneur (wirausahawan), meningkatkan daya-beli masyarakat pedesaan, serta pengelolaan ekonomi berbasis kesalehan sosial. Dengan pemberdayaan kegiatan pengembangan usaha, sehingga modal berkembang dan dapat mengangkat harkat dan kualitas hidup seseorang.

Hal ini sangat berbeda dengan koperasi konvensional yang mengarahkan anggotanya menggunakan dana pinjaman bagi sesuatu tidak kembali (konsumtif), seperti:membeli elektronika, perabotan rumah tangga, meubel hingga kendaraan. Pada akhirnya memberatkan keuangan keluarga dengan terpangkasnya sumber pendapatan untuk menopang kehidupan selanjutnya dan beban bunga atas pinjaman tersebut.

menggali potensi umat
Pemberdayaan koperasi syariah sangat strategis sebab bangsa Indonesia sebagian besar penduduknya muslim. Namun mereka kurang tersentuh oleh program pemberdayaan ekonomi masyarakat sehingga kemiskinan masih menjadi potret kehidupan masyarakat. Sebenarnya banyak warga yang memiliki keahlian di bidang tertentu, akan tetapi ketiadaan modal, kesempatan dan informasi membuat bakat dan kecakapan mereka terkubur begitu saja. Ketiadaan ruang beraktualisasi sangat disayangkan, padahal sejatinya potensi itu merupakan sumber energi berupa sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh bangsa untuk membangun.

Langkah awal dan mendasar untuk membangun potensi kekuatan umat dalam koperasi syariah dapat dilakukan di mesjid-mesjid dan pesantren atau rukun warga (RW) dan kelurahan. Untuk itu perlu beberapa langkah yang harus ditempuh pengurus mesjid atau lingkungan warga, seperti :
(a) memiliki data potensi jamaah atau warga meliputi data warga mampu atau miskin, mata pencaharian, dan latar belakang pendidikan maupun data standar seperti usia, jenis kelamin, dsb.
(b) mendata potensi ekonomi lingkungan sekitar. Analisis ini untuk menggiring pemilihan bentuk aktivitas ekonomi yang tepat. Apabila di pedesaan dengan mayoritas petani, dapat dikembangkan usaha pupuk atau alat-alat pertanian.
(c) menggandeng mitra dari bank Syariah atau BPRS Syariah atau Lembaga Keuangan Syariah. Hal ini penting untuk media syiar atau dakwah, memperluas pasar, dan tambahan sumber pembiayaan bagi koperasi.
(d) memperkuat jaringan ekonomi. Jaringan sangat penting sumber kekuatan umat dan sumber energi bagi koperasi bergerak dinamis

Kalau kita telaah, koperasi pola syariah bukan saja membebaskan rakyat dari jeratan rentenir, tapi memberdayakan masyarakat sehingga bermartabat. Pada gilirannya, kemakmuran rakyat bukan sekadar impian, namun mendekati kenyataan. (**)

Penulis,
Guru SDN Taruna Karya 04 Cibiru – Kota Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar