Jumat, 20 Maret 2009

PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT, Galamedia, 14 Nopember 2008


OLEH : AJENG KANIA

Siswa-siswi Indonesia mampu berprestasi di setiap pentas Olimpiade Sains internasional. Mereka bisa bersaing dan membawa pulang medali.


Menurut Ward (1980) dalam arti mikro, diperkirakan 1% (the top one tenth of 1 percent of the population) dari seluruh populasi bangsa terdiri orang berbakat (unggul). Diperkirakan satu persen dari populasi penduduk Indonesia yang rentang IQ (137< ke atas) merupakan manusia berbakat tinggi (highly gifted), sedangkan rentangnya antara 120-137, tercakup dalam rentang 10% di bawah satu persen itu disebut moderately gifted. Mereka inilah memiliki talenta akademik (academic talented) atau keberbakatan intelektual. Itu berarti dari jumlah 220 juta penduduk Indoensia ada sekitar 2,2 juta orang berbakat dalam arti intelektual.

Sayangnya, banyak sekali anak berbakat kurang mendapatkan perhatian sepenuhnya, karena memang terbelenggu oleh kurikulum yang berlaku. Pendidikan berkualitas ini tampaknya tidak dapat mengandalkan sepenuhnya kepada cara-cara yang menganut strategi massal dilakukan selama ini. Strategi ini menganggap bahwa semua anak didik adalah sama (identik) atau sekurang-kurangnya memiliki persamaan dalam kecepatan dan kemampuan belajar maupun perkembangan intelektualnya. Padahal dalam kenyataannya, kemampuan belajar mereka berbeda. Dalam strategi massal, siswa-siswa berbakat (unggul) muncul secara acak tidak mendapatkan layanan pendidikan secara khusus. Hal ini menyebabkan potensi intelektual dirinya kurang berkembang secara optimal.

Dalam buku Revolusi Cara Belajar II (The Learning Revolution), karya Gordon Dryden dan Jeannete Vos dikisahkan hampir saja Albert Einstein menjadi manusia gagal. Einstein kecil dikenal suka melamun. Guru-gurunya memvonis bahwa dia tidak akan pernah berhasil dalam bidang apapun. Begitu pun Thomas Alva Edison terpaksa harus dikeluarkan dari sekolahnya karena sejumlah pertanyaannya dianggap sering ’mempermainkan’ gurunya. Untunglah gaya belajar khas mereka, mampu diakomodasi orang dan lingkungan sekitarnya. Ibu Edison mampu menjadikan kegiatan belajar mengasyikan. Dia membuat permainan untuk mengajari anaknya dan membangkitkan Edison mengeksplorasi, bereksperimen dan mengajari dirinya sendiri.

Einstein dan Edison telah menemukan gaya belajar khas yang tidak sesuai dengan gaya sekolah mereka. Mereka mampu melewati hambatan dan mengubahnya menjadi tokoh besar berkontribusi bagi kemajuan dunia. Ketidaksesuaian semacam itu terus berlanjut hingga sekarang menimpa pada jutaan anak lainnya. Kalau tidak cermat, hal ini dapat menjadi pemicu kegagalan siswa bersekolah.

segera identifikasi
Dari dua kasus di atas, penjaringan anak berbakat seyogianya bagian tak terpisahkan dari program pendidikan nasional. Makin awal identifikasi anak berbakat, baik bakat intelektual maupun keberbakatan lainnya akan makin baik, karena besar kemungkinan anak mendapat bimbingan yang tepat dan menghindari salah perlakuan serta menghindari terjadinya penghamburan waktu, tenaga, modal dan intelektual siswa sebagai potensialitas untuk dikembangkan.

Agar identifikasi anak berbakat lebih objektif dan akurat, identifikasi ini diteruskan dengan tes psikologis yang telah dibakukan seperti tes intelegensi, tes kreativitas dan tes personaliti. Tentu saja tes ini harus dilakukan bersama psikolog sehingga interpretasinya dipertanggungjawabkan. Selain itu dapat juga dilakukan tes keberbakatan lain seperti bidang seni, kepemimpinan, atau olah raga dengan metode dan katerisistik masing-masing. Dengan bimbingan yang tepat, munculnya Einstein dan Edison baru dari negeri kita sebuah keniscayaan. Namun bimbingan saja tidak cukup, pemerintah dan swasta harus dapat menyediakan ruang beraktualisasi berupa fasilitas ketika mereka telah berhasil kelak.

Tanpa fasilitas, sistem, kesejahteraan, atmosfer dan relevansi pendidikan memadai, akan menyebabkan hijrahnya tenaga intelektual ke luar negeri (brain drain). Ini kerugian bagi bangsa! ! (**)

Penulis, Guru SDN Taruna Karya 04 – Cibiru –
Kota Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar